Laman

Sabtu, 30 Juli 2011

Candi Sirah Kencong (Umum)

Oleh: Ferry Riyandika

Candi Sirah Kencong terletak di Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten BIitar. Candi Sirah Kencong terletak di sebelah tenggara lereng Gunung Butak pada ketinggian 1040 m dari permukaan air laut. Candi ini ditemukan pada pertengahan tahun 1967, ditemukan ketika pekerja-pekerja kebun akan menanam Pohon Kina. Setelah candi ini diangkat kemudian dipugar kembali oleh dinas kepurbakalaan. Banyak batu-batu yang tidak diketemukan menyebabkan pemugaran tidak dapat diselesaikan dengan sempurna. Setelah dilakukan penggalian ternyata candi tersebut terdiri dari tiga buah bangunan kecil, berderet dari utara ke selatan. Bangunan candi pertama yang terletak di sebelah utara, kemudian bangunan kedua disebelah selatan bangunan pertama (tengah), dan bangunan ketiga terletak paling selatan sendiri. Jarak antara bangunan satu dengan bangunan yang lain sekitar 50 cm. tiga bangunan ini menghadap ke barat. Di muka tiap-tiap bangunan candi terdapat batur cand( Sukamto: 7).


Bangunan pertama disebelah utara terdiri dari sebuah subasemen atau batur dan candi ini memiliki badan, namun atapnya tidak ada. Seperti pada umumnya subasemen candi ini terdiri dari bingkai bawah, tengah, dan atas. Bingkai bawah merupakan pelipit-pelipit baris tingginya 100 cm, lebar dan panjangnya sama 300 cm. pada candi ini tidak terdapat pelipit belah rotan, tetapi bingkai atas sama dengan bingkai bawah. Badan candi, bingkai bawah pelipit mistar diteruskan dengan batang tinggi badan candi 115 cm, sedangkan panjang dan lebarnya sama dengan panjang dan lebar kaki candinya.

Pada batang bangunan ini terdapat relief dangkal yang seperti digores-gores saja yang menggambarkan orang berbadan kurus dalam pose duduk wajrasana. Tangannya direntangkan seolah-olah menoleh ajakan harimau yang membuka mulutnya dan duduk dimukanya. Dibelakang orang tadi terdapat pintu gerbang paduraksa yang bersayap dengan beberapa pohon. Relief ini adalah relief yang diambil dalam adegan atau cerita Bukbuksah Gagangaking. Lukisan ini terdapat di dinding sebelah timur. Orang yang digambarkan pada relief ini dalah pertapa Gagangaking, sedangkan harimaunya adalah harimau putih yang meminta makan bagian tubuh Gagangaking. Jadi relief ini merupakan episode penolakan Gagangaking terhadap permintaan harimau putih. Relief lain pada bangunan pertama sudah sukar diuraikan, sebab sudah samara-samar lukisannya. Pada bingkai atas pojok barat daya terdapat relief kepala seorang tokoh dewa yang sangat primitive (Riyandika, 2010: 67).


Bangunan tengah, bingkai bawah dari subasemen bangunan banyak lukisan yang berwujud naga yang kepalanya bertemu dipojok-pojok, walaupun ukirannya sangat sederhana bentuk semacam ini juga terdapat pada batur pendapa balai agung dikompleks Candi Penataran. Bingkai atas merupakan pelipit garis. Ukuran candi tengah ini sama dengan ukuran candi yang pertama. Pada batang candi terdapat relief-relief manusia yang menyangga naga, tiap-tiap naga disangga oleh lima orang. Orang-orang ini digambarkan menyandang pedang memakai kain seperti wayang golek. Relief ini mengingatkan pada cerita Samodramantana yang terdapat pada kerucut batu (pancuran gunung atau jaladwara) yang berasal dari Sirah Kencong yang sekarang disimpan di Museum Jakarta, juga yang terdapat di Pura Pusering Jagat Pulau Bali dan Candi Naga di Kompleks Percandian Penataran.

Bangunan sebelah selatan, pada bangunan ini mirip bangunan pertama baik kaki maupun badan candi. Relief pada batangnya menggambarkan tiga raksasa yang memakai gelung seperti Bima yang dimuka lebih besar daripada yang dibelakangnya dan dengan latar belakang ombak-ombak air laut. Mungkin sekali relief didinding sebelah barat ini menggambarkan tiga orang raksasa atau episode Bimasuci, yaitu waktu Bima meninggalkan saudaranya akan terjun kelaut. Relief dinding sebelah selatan menggambarkan dua orang juga berlatar belakang laut. Mungkin sekali juga merupakan rangkaian cerita dari Bimasuci. Sedangkan relief dari dinding sebelah timur menggambarkan seorang pendeta yang dihadap cantriknya. Mungkin sekali relief ini merupakan episode waktu Bima menghadap gurunya Durna untuk menanyakan dimana tempat Tirtaamerta. Diperkirakan Candi Sirah Kencong fungsinya untuk altar tempat pemujaan Dewa Gunung (Siva).

Selain itu di daerah Sirah kencong ditemukan beberapa peninggalan purbakala diantaranya empat buah patung raksasa (dwarapala) dengan ukiran yang sangat sederhana, Dwarajala yang berwujud bunga teratai, beberapa umpak persegi empat atap candi, kemuncak candi, tempat air dari perunggu, dua lampu perunggu yang semuannya disimpan di Museum Pusat Jakarta (inventaris museum no 3685, 3688, 3692, 4385).

Kecuali itu pada tanggal 7 September 1976 diketemukan Dwarapala kecil dengan ukuran tinggi 32 cm, lebar dan panjang 22cm dan lingkaran badannya 70 cm dari dukuh Tempursari, Sirah Kencong (Knebel, I910), dua buah inskripsi bertahun 1389 dan 13…. (dua angka puluhan aus), serta sebuah pancuran gunung dari batu (jaladwara). Dilihat dari gaya jaladwara tersebut memberikan petunjuk adanya persamaan gaya pahatan dari abad ke XI-XII (Nurhayati, 1978: 53-56).

Jaladwara yang dipahat terdiri dari landasan gunung yang berupa sebuah teratai, bunga teratai ganda yang bulat, diatasnya menggambarkan kura-kura, dengan kepala menengadah, diatas kura-kura itu berisi gunungan yang terdiri dari tiga bagian yaitu dewa yang saling bergandengan, melingkari gunung tersebut. Seekor naga membelit bagian bawah gunung itu, sedangkan kepala naga tersembul searah dengan kepala kura-kura, sehingga kedua kepala bersusun menghadap kemuka. Badan naga terbelit diatas dewa-dewa tersebut. Bagian puncak gunung terdiri atas lima bulatan yang menyerupai mahkota pancuran gunung. Sebagai latar belakang relief yang menggambarkan naga dan dewa-dewa ini, yang terdiri dari motif batu karang serta flora. Dengan motif itu memberi kesan suasana gunung dengan hutan serta hewan-hewan.

Selain itu terdapat Prasasti Tinulad Ukir Negara ditemukan oleh pekerja perkebunan Komplek Ukir Negara dan diserahkan oleh administrasi perkebunan tersebut yaitu bapak M.S. soewandhi di kebun milik Komplek Ukir Negara di Desa Sirah Kencong, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Lempengan-lempengan ini ditemukan bersama-sama sebuah guci bercuping 4. Prasasti Ukir Negara terdiri dari 8 lempeng tembaga, yang dibagi menjadi 3 bagian, beraksara dan berbahasa Jawa Kuno (Issatriadi, 1975: 1-2 ; Suhadi, M & Richandiana. K, 1996: 8-12).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar